- Selat Solo adalah kuliner legendaris khas Kota Surakarta yang merupakan warisan dari jaman pendudukan bangsa Belanda.
Kata selat diadopsi dari bahasa Belanda slachtje yang artinya hasil penyembelihan daging yang dijadikan kecil-kecil. Namun kala itu lidah masyarakat Surakarta sulit menyebut kata slachtje lantas mereka sering mengucapkannya dengan kata selat.
Awal mula lahirnya masakan ini berawal sejak Benteng Vastenburg dibangun, tepat di depan Gapura Keraton Surakarta. Di tempat ini sering terjadi pertemuan antara pihak keraton dan pihak Belanda.
Dalam setiap pertemuan yang berlangsung. pasti disediakan makanan, namun tidak sesuai dengan selera masyarakat Belanda yang menginginkan makanan berbahan utama daging, sedangkan sang raja terbiasa dengan sajian sayur.
Dari keluhan kedua pihak tersebut, pihak keraton akhirnya melakukan modifikasi olahan daging, dengan menciptakan menu baru yang mengombinasikan bahan-bahan seperti: aardappel (kentang), wortelen (wortel), boon (buncis), komkommer (ketimun), sla (slada), ei (telur), dan sojasous (kuah kecap), serta saus mayones.
Perpaduan kedua budaya tersebut melahirkan kuliner yang jadi ciri khas dari Kota Surakarta, yang hingga saat ini dikenal dengan nama Selat Solo.(*)
Motion Grafis: Agus Eko